Langsung ke konten utama

Belajar dari Aisyah RA : Karena Cantik Tak Cukup

WANITA, dialah salah satu manusia yang memiliki peranan penting dalam membentuk generasi-generasi umat. Menilik kembali kepada sejarah masa lalu, di mana banyak para wanita-wanita hebat yang diabadikan namanya dalam sejarah serta menjadi panutan bagi umat Islam secara umum dan wanita secara khusus. Salah satu contoh the great of womenyang namanya tetap harum sepanjang sejarah yaitu Siti Aisyah binti Abu Bakr Ash-Shiddiq.

Siti Aisyah binti Abu Bakr Ash-Shiddiq lahir dari keluarga yang luhur dan terhormat. Ayahnya Abu Bakr r.a merupakan shahabat Nabi saw. yang selalu mendampingi dakwah Rasulullah saw. dan tidak segan-segannya menginfakkan harta bendanya untuk kepentingan islam. Ibunya bernama Ummu Ruman. Aisyah merupakan seorang wanita yang cerdas lagi baik akhlaknya, selain itu Aisyah juga dikenal kecerdasannya terhadap ilmu fiqih maupun pada ilmu kesehatan.

Bercermin dari panutan kita semua yakni Aisyah, jauh berbeda dengan realita wanita pada saat ini. Tolak ukur seorang wanita dihargai hanya karena rupawannya, tak peduli bagaimana akhlaknya. Sehingga banyak wanita di zaman ini berlomba-lomba untuk menjadi 'cantik' mulai dari perawatan dengan harga jutaan, pemutih, pelangsing, peninggi dan berbagai macam brand make up mahal selalu menghiasi hari-harinya.

Sampai kita lupa, bahwa syarat untuk masuk surga bukanlah rupawan. 
Tapi biarlah saya sedikit bercerita, dulu jauh sebelum mengenal apa itu iman dan taqwa. Bagi saya menjadi perempuan yang memiliki rupawan cantik adalah sebuah kenikmatan yang luar biasa. Berbagai komentar orang-orang menanggapi bagaimana 'menjadi cantik' juga beragam.

Sadar tak sadar rupiah banyak dikeluarkan, sampai lupa apa itu sedekah. Kemudian saya mengenal Ayse seorang kawan dari Jordan yang saat ini menetap di Izmir, Turki. Ayse beberapa waktu lalu saat Al-Quds diklaim oleh Israel turut ikut turun membantu para pejuang di Palestina. Hari-harinya digunakan untu menyisihkan sedikit demi sedikit agar Ia bisa bertahan di Palestina, jangan salah, uang memang bukan penentu israel mengijinkan warga asing masuk ke palestine (via jalur israel). Tiket sudah terbeli, hanya doa dari keluarga dan sahabat Ayse yang menyertainya. Isi ranselnya penuh dengan makanan darurat, dan obat-obatan, ia hanya membawa beberapa pakaian. Ia tak mebawa koper pribadi, tangannya penuh sumbangan dari yayasannya untuk warga Palestine, itu amanah baginya. Tidak ada bedak, lipstik, atau parfum dalam ranselnya. Hanya sabun mandi yang baginya bisa ia gunakan sekaligus sebagai sampo dan sebuah sikat gigi.

Tapi hari-harinya dipenuhi keberkehan, kebahagian dan rasa syukur dari hatinya yang tak pernah lepas darinya. Itulah sebabnya, bagiku ia wanita yang cantik. Tak peduli laki-laki di handphonenya tidak sebanyak kawannya, tak peduli hari-harinya dihiasi jerawat manis dijidatnya, tak peduli celana panjang yang kebesarannya jauh dari celana 'lemper' kekinian, tapi percayalah Ia cantik.

Tak hanya cantik, namun Ia juga cerdas. Bersekolah dibidang kesehatan bukan hanya harapan Ia bakal disanjung oleh orang sekitarnya, namun ia bisa memberikan pengabdiannya bagi dunia bahkan umat. Jangan tanya berapa penghargaan yang ia raih sebagai health promotor, bagiku ia patut disanjungi dengan segala macam pujian. Tapi, bukan itu yang ia cari, lillah.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Filosofi Jodoh

Fahri: “Sebelum aku ke sini, cuma ada dua hal yg bikin aku kagum sama Mesir. yaitu al-Azhar dan sungai Nil. Karena tanpa sungai Nil, nggak ada Mesir dan nggak ada al-Azhar.” Maria: “Aku juga suka sungai Nil, kalau nggak ada sungai Nil pasti nggak ada Mesir nggak ada peradaban, yang ada hanya gurun pasir. Kamu percaya jodoh, Fahri?” Fahri: “Ya, setiap orang memiliki….” Maria: “… jodohnya masing-masing. Itu yang sering kamu bilang. Aku rasa sungai Nil dan Mesir, itu jodoh. Senang ya kalau kita bisa bertemu dengan jodoh yang diberikan Tuhan dari langit.” Fahri: Bukan dari langit Maria, tapi dari hati. Dekat sekali. Kutipan dialog tersebut diambil dari film Indonesia yang hits kala itu. Sebagai perempuan yang tidak mudah baper (serius 🤣) momen tersebut adalah momen bagaimana 'menjelaskan persepsi diantara perbedaan berpendapat' mengenai filosofi jodoh. Dikalangan kita juga pasti memiliki persepsi sendiri. Ada yang menikah karena cinta, ada yang menikah lalu jatu

Bandara ; Antara Pertemuan dan Perpisahan

Bandara : Antara Pertemuan dan Perpisahan Selain dellay dan mendapatkan biskuit gratis dari Lion Air, hal menyebalkan yang ada di bandara adalah perpisahan. Baik bagi mereka yang merantau, yang meinggalkan kenangan baiknya atau berusaha hidup kembali ditempat lain. Seburuk-buruknya perpisahan adalah yang tidak dilakukan dengan kedamaian hati dan ke ikhlasan. Baik sebuah kedamaian di hati untuk rela meninggalkan dan mencari penghidupan yang baik, disertai keikhlasan orang-orang yang kita tinggalkan, karena restu adalah doa penyelamat perjalananmu, Baik hanya sekedar sepatah ucapan selamat tinggal atau rangkaian doa dari umi atau abi. Tapi ada juga penantian yang terjawab dari sebuah langkah kaki yang tiba di bandara, yaitu pertemuan. Melepaskan rindu dan hingar bingar senyuman yang menghiasi wajah, atau bahkan tangisan kebahagian. Karena sejatinya, pulang adalah jawaban terbaik dari segala masalah kita. Termasuk pulang ke rahmatullah. Untuk kita yang ingin